Jakarta | IP.COM – Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Adapun SPDP tersebut merincikan kasus terkait penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Tindak Pidana Yayasan dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Atas nama terlapor A (Ahyudin) dan terlapor IK (Ibnu Khajar),” tulis Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/7/2022).
Adapun dalam SPDP Ahyudin dan Ibnu Khajar disangka melanggar Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1), Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Menurut Ketut, SPDP diterbitkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) tanggal 11 Juli 2022.
SPDP itu diterima oleh Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum pada 15 Juli 2022.
Ketut menyatakan, setelah SPDP atas nama Ahyudin dan Ibnu Khajar terbit, pihaknya segera menunjuk 6 tim jaksa untuk meneliti berkas perkara itu.
“Akan ditunjuk 6 orang Tim Jaksa P-16 dalam penanganan perkara dan akan mempelajari berkas perkara yang diterima serta memberikan petunjuk lengkap atau tidaknya berkas perkara,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Ahyudin selaku mantan presiden sekaligus pendiri ACT dan Ibnu Khajar selaku presiden ACT yang menjabat saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana.
Selain mereka berdua, penyidik Bareskrim juga menetapkan 2 tersangka lain yakni Hariyana Hermain (HH) selaku pengurus ACT dan Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku sekretaris ACT periode 2009 sampai 2019 yang saat ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
“Selanjutnya IK dia juga pada saat itu sebagai pengurus yayasan. Selanjutnya HH sebagai anggota pembina dan NIA selaku anggota pembina,” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin.(*)